Tikus Super Heroku
“Yaaaah,
besok udah hari rabu,”lagi-lagi aku menggerutu sambil menatap lekat jadwal
pelajaran di dinding. Hari Rabu adalah hari yang selalu ingin ku skip dalam hidupku sejak aku pindah ke
Kota Magelang. Tak bisa dipungkiri, aku merasa kerepotan apabila memasuki jam pelajaran
Bahasa Jawa. Berkutat dengan bahasa yang menurutku aneh dan menggelikan ini,
aku selalu berpikir bahwa aku sedang terdampar di planet lain. Sebenarnya bukan
karena aku benci Bu Rahayu yang selalu menggunakan Bahasa Jawa disepanjang
pelajarannya, bukan juga karena aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan,
melainkan karena aku tidak bisa berbahasa Jawa fasih seperti teman-temanku, itu
adalah point utamanya. “Huftt, jadi rindu kota kelahiranku.. Bandung,” kataku
dalam hati.
Hari
Rabu pun tiba, aku dengan segenap keberanianku berjalan menuju kelas 8e,
kupeluk erat paper bag yang berisi
makanan kecil yang wajib aku bawa di hari Rabu.
“Dian!!
tumben berangkat pagi bener, gara-gara Bahasa Jawa yah, tenang pasti aku
ajarin, hehe” kata Tofik dengan nada setengah mengejek, kemudian menarik kursi
untukku.
“Diem lu
tikus!!,” desisku kesal pada Tofik, dan langsung mengeluarkan buku Bahasa Jawa.
Tofik adalah teman sebangku ku, dan betapa menyebalkan dan sok imutnya dia dengan mata sipitnya itu. Seperti tikus, Huh!
“Kamu
cantik banget deh Dian kalo bawa ginian tiap hari,” ucap Tofik tulus sambil mengunyah keripik kentang dalam mulutnya.
“Sok imut lu, dasar Tikus!” kataku sambil nyengir
mendengar kata-kata Tofik yang selalu ku sebut sebagai Tikus sok imut. Aku
berusaha fokus dengan buku Bahasa Jawa di depanku sementara Tofik dengan
usilnya malah mengoyang-goyangkan kursiku, membuat aku semakin kesal.